Kamis, 04 April 2013

SUMBER DAYA MANUSIA DALAM BISNIS SYARIAH

Untuk SDI lembaga keuangan
syariah, selain dituntut memiliki kemampuan
teknis perbankan juga dituntut untuk
memahami ketentuan dan prinsip syariah yang
baik serta memilik akhlak dan moral yang
Islami, yang dapat dijabarkan dan
diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus
dipenuhi, yakni:
· -Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri
sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan
bijaksana;
· -Fathonah, yakni professional, disiplin,
mentaati peraturan, bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan
saling menghormati dalam menjalankan tugas
dan melayani mitra usaha;
· -Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina,
dan memotivasi pihak lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di
muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan
profesionalisme melalui pendidikan dan
pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang
mendukung di setiap lembaga keuangan
syariah, tidak terbatas hanya pada layout
serta physical performance, melainkan juga
nuansa non fisik yang melibatkan gairah
Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan sebagai
environmental enforcement, mengingat agar
sumber daya yang telah belajar dan
mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang
baik, ketika masuk ke dalam pekerjaannya
menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak
mendukung.

ANEKA RAGAM BISNIS SYARIAH

Dari kajian-kajian yang telah
dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi
Syariah mempunyai konsep yang
lengkap dan seimbang dalam segala
hal kehidupan, namun sebagian umat
Islam, tidak menyadari hal itu karena
masih berpikir dengan kerangka
ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah
berabad-abad dijajah oleh bangsa
Barat, dan juga bahwa pandangan dari
Barat selalu lebih hebat. Padahal
tanpa disadari ternyata di dunia Barat
sendiri telah banyak negara mulai
mendalami sistem perekonomian yang
berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah
sebagai bagian dari Sistem Ekonomi
Syariah, dalam menjalankan bisnis
dan usahanya juga tidak terlepas dari
saringan Syariah. Oleh karena itu,
Lembaga Keuangan Syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha-usaha yang
di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang
menimbulkan kemudharatan bagi
masyarakat luas, berkaitan dengan
perbuatan mesum/ asusila, perjudian,
peredaran narkoba, senjata illegal,
serta proyek-proyek yang dapat
merugikan syiar Islam. Untuk itu
dalam struktur organisasi Lembaga
Keuangan Syariah harus terdapat
Dewan Pengawas Syariah yang
bertugas mengawasi produk dan
operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga
Keuangan Syariah berada dalam
koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi
keuntungan atas dasar penjualan riil
sesuai kontribusi dan resiko masing-
masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti
posisi nasabah investor (penyimpan
dana), dan pengguna dana, serta
lembaga keuangan itu sendiri, sejajar
sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh
keuntungan;
3. Transparansi, lembaga
keuangan Syariah akan memberikan
laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan agar nasabah
investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
4. Universal, yang artinya
tidak membedakan suku, agama, ras,
dan golongan dalam masyarakat sesuai
dengan prinsip Islam sebagai
rahmatan lil alamin.
Lembaga Keuangan Syariah,
dalam setiap transaksi tidak mengenal
bunga, baik dalam menghimpun
tabungan investasi masyarakat
ataupun dalam pembiayaan bagi dunia
usaha yang membutuhkannya.
Menurut Dr. M. Umer Chapra ,
penghapusan bunga akan
menghilangkan sumber ketidakadilan
antara penyedia dana dan pengusaha.
Keuntungan total pada modal akan
dibagi di antara kedua pihak menurut
keadilan. Pihak penyedia dana tidak
akan dijamin dengan laju keuntungan
di depan meskipun bisnis itu ternyata
tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan
penghimpunan modal, baik suku
bunga tersebut tinggi maupun rendah.
Suku bunga yang tinggi akan
menghukum pengusaha sehingga akan
menghambat investasi dan formasi
modal yang pada akhirnya akan
menimbulkan penurunan dalam
produktivitas dan kesempatan kerja
serta laju pertumbuhan yang rendah.
Suku bunga yang rendah akan
menghukum para penabung dan
menimbulkan ketidakmerataan
pendapatan dan kekayaan, karena
suku bunga yang rendah akan
mengurangi rasio tabungan kotor,
merangsang pengeluaran konsumtif
sehingga akan menimbulkan tekanan
inflasioner, serta mendorong investasi
yang tidak produktif dan spekulatif
yang pada akhirnya akan menciptakan
kelangkaan modal dan menurunnya
kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga
Keuangan Syariah dapat dilihat dari
hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan
investasi, Lembaga Keuangan Syariah
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah;
2. Hubungan antara investor
(penyimpan dana), pengguna dana,
dan Lembaga Keuangan Syariah
sebagai intermediary institution,
berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah
bukan hanya berdasarkan profit
orianted, tetapi juga falah orianted,
yakni kemakmuran di dunia dan
kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam
transaksi Lembaga Syariah
berdasarkan prinsip kemitraan bagi
hasil, jual beli atau sewa menyewa
guna transaksi komersial, dan pinjam-
meminjam (qardh/ kredit) guna
transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya
melakukan investasi yang halal dan
tidak menimbulkan kemudharatan
serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah
usaha, salah satu yang dibutuhkan
adalah modal. Modal dalam
pengertian ekonomi syariah bukan
hanya uang, tetapi meliputi materi
baik berupa uang ataupun materi
lainnya, serta kemampuan dan
kesempatan. Salah satu modal yang
penting adalah sumber daya insani
yang mempunyai kemampuan di
bidangnya.

LEMBAGA BISNIS SYARIAH


Secara umum lembaga bisnis syariah masih
sebatas pada lembaga keuangan. Namun kini
lembaga bisnis syariah sudah mencakup pada
perhotelan dan usaha sector riil. Lembaga
bisnis dapat dikategorikan dalam lembaga
bisnis syariah apabila memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1. Memproduksi barang yang halal
2. Tidak melakukan transaksi yang
bertentangan dengan syariat
3. Mendapatkan modal (kerjasama) dengan
cara-cara yang sah menurut Islam.
4. Terdapat pengawas syariah pada
perusahaan tersebut.
Berdasarkan data dari Dewan Syariah Nasional,
hingga 08 Mei 2008 telah terdapat 10 lembaga
pembiayaan syariah, 1 lembaga pegadaian
syariah, 2 DPLK Syariah, 4 usaha syariah, 1
modal ventura syariah, dan 1 lembaga
penjamin syariah.[19]
1. Pembiayaan Syariah
1. PT Federal Internasional Finance
2. PT Semesta Citra Dana
3. PT Mandala Multifinance, Tbk
4. PT Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk
5. PT Amanah Finance
6. PT Fortuna Multi Finance
7. PT Trust Finance Indonesia, Tbk
8. PT Capitalinc Finance
9. PT Al-Ijarah Indonesia Finance
10. PT Trimamas Finance
2. Pegadaian Syariah
1. Perum Pegadaian Syariah
3. DPLK Syariah
1. DPLK Manulife Indonesia
2. DPLK Muamalat
4. Bisnis Syariah
1. PT Sofyan Hotels
2. PT Ahad-Net Internasional
3. PT Usahajaya Ficooprasional
4. PT Exer Indonesia
5. Modal Ventura Syariah
1. PT Bahana Artha Ventura
Modal Ventura, yakni penanaman modal
dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk
jangka waktu tertentu, dan setelah itu
lembaga keuangan tersebut melakukan
divestasi atau menjual bagian sahamnya
kepada pemegang saham perusahaan.
6. Lembaga Penjaminan Syariah
1. Perum Sarana Pengembangan Usaha
Jika dilihat dari data MUI di atas, terlihat
masih sangat minim pengembangan usaha
bisnis syariah kea rah sector riil. Lembaga-
lembaga ekonomi syariah masih dimonopoli oleh
lembaga keuangan syariah. Hal ini tidak terlepas
dari dua factor; factor sejarah munculnya
ekonomi syariah dan ketersediaan peraturan.
Dari factor kesejarahan, memang sejak awal
lahirnya ekonomi islam lebih diarahkan untuk
memberikan alternative bagi sector lembaga
pendanaan dan keuangan. Sehingga hal ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan
selanjutnya bagi sector usha lainnya dalam
ekonomi islam seperti bisnis syariah.
Kedua karena factor belum tersedianya
peraturan yang berkenaan dengan usaha bisnis
syariah. Bahkan yang berkenaan dengan
pegadaian hanya diatur melalui fatwa MUI.
Kendala-kendala ini menyebabkan kurang
bergairahnya sector usaha bisnis syariah jika
dibandingkan dengan lembaga keuangan
syari’ah seperti Bank. Yang bahkan untuk
perbankan telah tersedia satu direktorat
dalam BI tentang bank syariah dan perangkat
undang-undang lainnya.

CIRI KHAS BISNIS SYARI’AH


Bisnis syariah merupakan implementasi/
perwujudan dari aturan syari’at Allah.
Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh
beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu
upaya memproduksi/mengusahakan barang
dan jasa guna memenuhi kebutuhan
konsumen. Namun aspek syariah inilah yang
membedakannya dengan bisnis pada umumnya.
Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan
bisnis pada umumnya, juga menjalankan
syariat dan perintah Allah dalam hal
bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis
syariah dan yang bukan, maka kita dapat
mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari
bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri
tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1. Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai
ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan
eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah
yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam
wujud ketaatan di setiap tarikan nafas
hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai
ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada
aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di
berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang
Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah
dituntut mengetahui benar fakta-fakta
(tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis
yang Sahih dan yang salah. Disamping juga
harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan
hukumnya (tahqiqul hukmi).
3. Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi.
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian
antara teori dan praktek, antara apa yang
telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga
pertimbangannya tidak semata-mata untung
dan rugi secara material.
4. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat.
Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat
keuntungan sebanyak-banyak berupa harta,
dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di
lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan
keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam
konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan
dirasakan, memang berupa harta.
5. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu
bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya.
Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di
yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk
mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis
yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah
dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu
terwujud jika bisnis atau apapun yang kita
lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya
yaitu syariah Islam.
Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang
pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu
memadukan antara realitas bisnis duniawi
dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat
bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat.
Akhirnya, jadilah kaya yang dengannya kita
bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.i

ETIKA BISNIS SYARIAH

Etika bisnis syari’ah[3]
Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip
yang mengatur hidup manusia (a code or set
of principles which people live). Berbeda
dengan moral, etika merupakan refleksi kritis
dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu
baik dan buruk. Menipu orang lain adalah
buruk. Ini berada pada tataran moral,
sedangkan kajian kritis dan rasional
mengapa menipu itu buruk dan apa alasan
pikirnya, merupakan lapangan etika.
Perbedaan antara moral dan etika sering
kabur dan cendrung disamakan. Intinya,
moral dan etika diperlukan manusia supaya
hidupnya teratur dan bermartabat. Orang
yang menyalahi etika akan berhadapan
dengan sanksi masyarakat berupa pengucilan
dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian
yang tak bisa dilepaskan dari kegiatan
manusia. Sebagai bagian dari kegiatan
ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan
pada pilihan-pilihan penggunaan factor
produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi
dasar prilaku kalangan pebisnis. Sejak zaman
klasik sampai era modern, masalah etika
bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu
mendapat tempat. Ekonom klasik banyak
berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak
terkait dengan etika. Dalam ungkapan
Theodore Levitt, tanggung jawab
perusahaan hanyalah mencari keuntungan
ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan
efektifitas, tak jarang, masyarakat
dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter
budaya dan agama tercampakkan.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika
bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian
ekonomi terletak pada landasan tauhid dan
orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip
ini dipastikan lebih mengikat dan tegas
sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua
cakupan. Pertama, cakupan internal, yang
berarti perusahaan memiliki manajemen
internal yang memperhatikan aspek
kesejahteraan karyawan, perlakuan yang
manusiawi dan tidak diskriminatif plus
pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan
eksternal meliputi aspek trasparansi,
akuntabilitas, kejujuran dan tanggung
jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan
untuk memperhatikan aspek lingkungan dan
masyarakat sebagai stake holder
perusahaan.

BERBISNIS SYARIAH ADALAH PEKERJAAN MULIA

Muhammad Rasulullah, Nabi kita tercinta,
adalah seorang saudagar ternama pada
zamannya. Bahkan sejak usia muda, beliau
dipandang sebagai sudagar sukses. Disadari
atau tidak sukses tersebut tidak lepas dari
aktivitas marketing yang diterapkannya --
yang tak cuma ampuh tapi juga sesuai syariah
dan, tentu saja, penuh ridlo dari Allah. Jika
Anda tertarik menerapkannya, selain mendapat
keuntungan, insyaallah bisnis Anda pun
barokah. Inilah empat tips marketing a la Nabi:
1. Jujur adalah Brand
Saat berdagang Nabi Muhammad SAW muda
dikenal dengan julukan Al Amin (yang
terpercaya). Sikap ini tercermin saat dia
berhubungan dengan customer maupun
pemasoknya. Nabi Muhammad SAW mengambil
stok barang dari Khadijah, konglomerat kaya
yang akhirnya menjadi istrinya. Dia sangat
jujur terhadap Khadijah. Dia pun jujur kepada
pelanggan. Saat memasarkan barangnya dia
menjelaskan semua keunggulan dan kelemahan
barang yang dijualnya. Bagi Rasulullah
kejujuran adalah brand-nya.
2. Mencintai Customer
Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai
customer seperti dia mencintai dirinya sendiri.
Itu sebabnya dia melayani pelanggan dengan
sepenuh hati. Bahkan, dia tak rela pelanggan
tertipu saat membeli. Sikap ini mengingatkan
pada hadits yang beliau sampaikan, "Belum
beriman seseorang sehingga dia mencintai
saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri."
3. Penuhi Janji
Nabi sejak dulu selalu berusaha memenuhi
janji-janjinya. Firman Allah, "Wahai orang-
orang yang beriman penuhi janjimu." (QS Al
Maidah 3). Dalam dunia pemasaran, ini berarti
Rasulullah selalu memberikan value produknya
seperti yang diiklankan atau dijanjikan. Dan
untuk itu butuh upaya yang tidak kecil. Pernah
suatu ketika Rasulullah marah saat ada
pedagang mengurangi timbangan. Inilah kiat
Nabi menjamin customer satisfaction
(kepuasan pelanggan).

Rabu, 03 April 2013

PSIKOLOGI KONSUMEN




Perilaku Konsumen adalah
Menurut Engel : Tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkomsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Menurut London dan Bitta : Proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa.
Menurut Kotler dan Amstrong : Perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk komsumsi personal.

Ruang Lingkup Perilaku Konsumen/PSikologi Konsumen:
ü  Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga
ü  Perilaku konsumen menyangkutproses keputusan sebelum pembelian sertatindakan dalam memperoleh, memakai, mengkomsumsi, dan menghabiskan produk
ü  Perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikomsumsi. Juga termasuk variable-variabel yang tidak diamati seperti  ilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternative, dan apa yang mereka rasakantentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam
ü  Tidak hanya membahas bagaimana konsumen mendapatkan dan menghabiskanbarang dan jasa tetapi juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen:
1.       Faktor Kebudayaan, antara lain
ü  Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang.
ü  Subkultur adalah kelompok orang dengan sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama
ü  Kelas sosial adala susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang sama.



2.       Faktor sosial, antara lain
ü  Kelompok rujukan/acuan adalah kelompok yang merupakan titik perbandingan atau tatap muka atau tak langsung dalam pembentukan sikap seseorang.
ü  Keluarga, terdiri dari: keluarga orientasi (keluarga yang terdiri dari orang tua yang memberikan arah dalam hal tuntutan agama, politik, ekonomi, dan harga diri) & keluarga prokreasi (keluarga yang terdiri atas suami-istri dan anak)
ü  Peran dan status adalah posisi seseorang dalam tiap kelompok. Peran membawa status yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakat.

3.       Faktor pribadi, antara lain:
ü  Usia dan taha[ daur hidup, kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia dan pembelian ditentukan oleh tahap daur hidup keluarga
ü  Pekerjaan
ü  Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi pilihan produk
ü  Gaya hidup menunjukkan pola kehidupan seseorang yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya.
ü  Kepibadian (karakteristik psikologis yang unik yang menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya sendiri) dan konsep diri (citra diri seseorang)

4.       Faktor psikologis, antara lain:
ü  Motivasi yaitu suatu dorongan akan kebutuhan yang cukup menekan seseorang untuk mengejar kepuasan
ü  Persepsi, yaitu proses dimana individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran
ü  Proses belajar, yaitu perubahan dalaperilaku seseorang yang timbul dari pengalaman
ü  Kepercayaan (pengetahuan, pendapat atau sekedar percaya yang akan membentuk citra produk dan merek) dan sikap (yang menuntun orang untuk berperilaku secara relatif konsisten terhadap objek/produk yang sama)

Perbedaan perilaku konsumen, perilaku pembeli, dan perilaku pelanggan:
ü  Perilaku konsumen: perilaku pada orang yang belum melakukan pembelian hanya sampai desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya. Dan mencari informasi tentang produk dan jasa yang dibutuhkan sampai melakukan evaluasi alternative yang berupa penyeleksian
ü  Perilaku pembeli: perilaku pada orang atau konsumen yang sudah sampai pada tahap keputusan untuk membeli
ü  Perilaku pelanggan: perilaku sesudah pembelian dimana membeli lagi atau tidak tergantung dari tingkat kepuasan yang di dapat dari produk dan jasa. Dan perilaku seseorang yang selalu melakukan transaksi pada satu tempat dimana awalnya ia membeli

Psikologi konsumen disebut sebagai perilaku konsumen, karena:
Hal-hal yang dipelajari dari konsumen adalah berkaitan dengan perilakunya. Dimana perilaku merupakan hal-hal yang dipelajari dalam psikologi. Maka psikologi konsumen disebut juga perilaku konsumen.