Standarisasi obat herbal jangan
disamakan dengan obat modern. Kalau disamakan dengan obat modern melalui
evidence based tidak akan ketemu.
"Apabila obat herbal dicari zat
aktifnya, namanya sudah bukan obat herbal lagi, melainkan seperti obat modern
dan justru akan menimbulkan efek samping yang banyak, " kata seorang ahli
di salah satu universitas fakultas farmasi. Ia menanggapi pemberitaan bahwa
saat ini penelitian yang menguji efek dan efek samping obat herbal terhadap
manusia masih minim. Sehingga, sebagian besar dokter di Indonesia belum
merekomendasikan pengunaan obat tradisional karena belum memenuhi standar
akademik ilmiah.
Obat
herbal itu sudah dibuktikan puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun
penggunaannya aman. Justru obat modern yang sudah ***ji evidence based seperti
parasetamol kalau digunakan selama jangka panjang efek sampingnya mengiritasi
lambung. Sementara, obat herbal meskipun penggunaannya lama relatif aman. Dan,
ini sudah dibuktikan oleh masyarakat yang menggunakannya. Sering kali orang
juga menanyakan tentang standar dosis. Standar dosis obat tradisional dengan
obat modern juga tidak bisa disamakan karena ukurannya berbeda. Dan sekarang
banyak metode pengobatan kanker maupun penyakit lain, seperti lilin terapi maupun menggunakan jenis energi
lain.
Kalau obat modern itu hanya ada satu zat aktif, kalau
obat herbal, misalnya dalam kunyit itu banyak zat aktifnya antara lain
curcumin, minyak atsiri dan turunannya lebih banyak lagi. Sehingga, antara satu
zat aktif dengan zat aktif lainnya itu bisa saling mendukung, bisa mengurangi
efek samping. Karena itu, untuk obat herbal standar yang diterapkan antara
lain, secara empiris dan dibuktikan secara luas bahwa orang menggunakan obat
herbal. Misalnya, kunyit sebagai antinyeri, antiinflamasi, dan sebagainya,
standar higienis pembuatan yang baik, bahan bakunya tidak berjamur, utuh, dan
tidak bopeng-bopeng.
Sebetulnya, pemerintah dalam hal ini
Badan Pengawas Obat dan Makanan jika membuat standar jamu, herbal berstandar,
fitofarmaka itu justru jadi bumerang. Di Cina dan Jepang, klasifikasinya hanya
obat herbal. Kalau menjadi fitofarmaka malah hanya akan menjadi obat modern
karena hanya diambil satu senyawa zat aktif. Sehingga, belum tentu efek
pengobatannya lebih bagus karena sudah dipisahkan zat aktifnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar