Minggu, 09 Juni 2013

PRNGUBAHAN PASAR EMOSIONAL MENJADI SPIRITUAL

Pasar syariah seringkali dikatakan sebagai pasar yang bersifat emosional sementara pasar konvensional
adalah pasar yang rasional. Maksud dari pernyataan tersebut adalah orang yang
hanya tertarik untuk berbisnis
pada pasar syariah hanyalah karena emosional keagamaan semata bukan karena ingin mendapatkan keuntungan
finansial, yang menurut sebagian pihak dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat rasional.

Sebaliknya pada pasar konvensional, orang ingin mendapat keuntungan finansial sebesar-besarnya tanpa perlu
peduli apakah bisnis yang digelutinya menyimpang atau malah bertentangan dengan ajaran islam atau pakah cara
yang dipergunakan dalam memperoleh keuntungan tersebut menggunakan cara-cara yang kotor ataukah tidak.

Namun apakah benar terjadi dikotomi antara pasar emosional dan pasar rasional? Dan apakah pasar syari’ah itu
awalnya hanyalah pasar emosional kemudian bergeser ke pasar rasional?

Pakar ekonomi syari’ah K.H. Didin Hafidhudin membantah argumentasi di atas, menurut beliau orang-orang
yang dikatakan selama ini berada di pasar emosional justru sebenarnya sangat rasional dalam menentukan pilihan. Orang yang berada dalam kategori pasar emosional biasanya lebih
kritis, lebih teliti dan lebih cermat dalam membandingkan dengan lembaga keuangan konvensional yang selama ini
digunakan sebelum menentukan pilihan ke pasar syariah.
Pendapat ini diperkuat oleh salah seorang praktisi perbankan syariah yang merupakan salah satu mantan
direksi Ban Muamalat Indonesia Budi Wisakseno yang mengatakan bahwa pemahaman dikotomi antara nasabah rasional dan nasabah emosional adalah
keliru.

Cara berpikir seperti itu, dilandasi oleh teori pemasaran konvensional yang berpaham sekuler yang memisahkan
kehidupan dunia dengan kehidupan spiritual- dimana segala hal yang berlandaskan cara berpikir keagamaan serta merta akan dianggap sebagai
sesuatu yang tidak rasional. Ketika seorang nasabah rasional mendapat informasi bahwa suku bunga bank konvensional sedang tinggi, ia akan menarik dananya di bank syariah dan
memindahkannya ke bank konvensional.

Menurut teori pemasaran konvensional ini adalah sikap yang rasional karena dia mencoba menghindar dari situasi yang kurang menguntungkan. Namun
sebenarnya ini juga bisa dikatakan sebagai cara berpikir emosional, karena hanya mempertimbangkan keuntungan
dunia tetapi mengabaikan keuntungan akhirat. Sebaliknya, seorang nasabah yang menurut sebagian pihak dikatakan
emosional karena mengedepankan nilai-nilai ajaran agama islamdalam setiap
pengambilan keputusan investasi sebenarnya mempunya di perspektif waktu.

Pertama, perspektif waktu sekarang yaitu ketika ia masih hidup di dunia. Kedua, perspektif waktu setelah mati, yaitu periode sejak nasabah meninggal atau kehidupan alam kubur sampai dengan waktu saat manusia akan dihitung amal baik dan buruknya selama hidup di dunia (hisab).

Praktik bisnis dan pemasaran telah mengalami pergeseran dan mengalami transformasi dari level intelektual (rasional), ke emosional, dan akhirnya ke
spiritual.

Di level intelektual (rasional), pemasar akan menyikapi pemasaran secara
fungsional-tekhnikal dengan menggunakan sejumlah tools
pemasaran, seperti segmentasi pasar,bauran pemasaran (marketing mix), targeting, branding, positioning, riset
pemasaran, pengukuran, dan peramalan serta pemasaran tolls lainnya. Kemudian di level emosional, kemampuan pemasar dalam memahami emosi dan perasaan pelanggan menjadi penting. Di sini pelanggan akan dilihat sebagai manusia seutuhnya, lengkap dengan emosi dan perasaannya. Jika di level intelektual otak kiri si pemasar yang paling berperan, di level emosional otak kananlah yang lebih dominan. Jika di level
emosional pemasaran layaknya sebuah robot untuk mencetak penjualan. Di level emosional pemasaran menjadi seperti manusia yang berperasaan dan empatik. Pemasar menempatkan
konsumen sebagai subjek dan tidak hanya sebagai objek pembeli produk perusahaan, sehingga kebutuhan konsumen akan didengarkan dan berusaha untuk diwujudkan. Beberapa konsep pemasaran yang ada
pada level emosional antara lain experi-mental marketing dan emotional branding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar